Rabu, 18 Desember 2013

Apa yang Seharusnya Anda Ketahui tentang Natal

Pandangan Alkitab


JUTAAN orang seluas dunia sedang bersiap-siap menikmati musim Natal tahun 2002. Barangkali Anda termasuk di antaranya. Di pihak lain, barangkali bukan kebiasaan Anda untuk ikut dalam aspek religius perayaan yang populer ini. Apa pun halnya, kemungkinan besar Anda tidak dapat menghindari pengaruh suasana Natal. Hal itu merambah ke dalam dunia perdagangan dan hiburan, bahkan di negeri-negeri non-Kristen.


Apa yang Anda ketahui tentang Natal? Apakah perayaan hari kelahiran Kristus didukung oleh Alkitab? Apa latar belakang perayaan populer yang dirayakan setiap tanggal 25 Desember ini?


Natal Dilarang


Jika Anda menyempatkan diri untuk meriset topik ini, Anda akan mendapati bahwa Natal tidak berasal dari Kekristenan sejati. Banyak pakar Alkitab dari berbagai denominasi agama mengakui hal ini. Dengan mengetahui hal ini, Anda pasti tidak heran bahwa di Inggris, pada tahun 1647, Parlemen Cromwell menetapkan Natal sebagai hari penyesalan dosa dan kemudian melarangnya dengan tegas pada tahun 1652. Parlemen sengaja mengadakan rapat pada tanggal 25 Desember setiap tahun, dari tahun 1644 sampai 1656. Menurut sejarawan Penne L. Restad, ”rohaniwan yang memberitakan Natal berisiko dipenjara. Pengurus gereja Anglikan dapat dikenai denda karena mendekorasi gereja mereka. Menurut hukum, toko-toko tetap buka pada hari Natal, seolah-olah itu adalah hari kerja biasa”. Mengapa diambil langkah seekstrem itu? Para reformis Puritan percaya bahwa gereja tidak boleh menciptakan tradisi yang tidak tercantum dalam Alkitab. Dengan giat mereka memberitakan dan membagikan publikasi yang mengecam perayaan Natal.

Sikap yang sama juga muncul di Amerika Utara. Antara tahun 1659 dan 1681, Natal dilarang di Koloni Teluk Massachusetts. Menurut hukum yang diberlakukan pada waktu itu, Natal tidak boleh dirayakan dalam bentuk atau cara apa pun. Para pelanggarnya dapat dikenai denda. Tidak hanya kaum Puritan di New England yang tidak mau merayakan Natal, tetapi juga beberapa kelompok di koloni tengah Amerika Serikat. Kaum Quaker di Pennsylvania sama ekstremnya dengan kaum puritan dalam memandang perayaan itu. Sebuah sumber mengatakan bahwa ”tidak lama setelah orang Amerika merebut kemerdekaan mereka, Elizabeth Drinker, seorang penganut Quaker, membagi penduduk Philadelphia menjadi tiga kelompok. Mereka adalah kelompok Quaker, yang ’tidak menganggap [Natal] lebih penting daripada hari lain mana pun’, kelompok yang religius, dan sisanya adalah orang-orang yang ’merayakannya dengan pesta pora dan minum-minum’ ”.

Henry Ward Beecher, penginjil kondang Amerika yang dibesarkan dalam keluarga pengikut Calvin ortodoks, tidak tahu banyak mengenai Natal hingga ia berusia 30 tahun. ”Bagi saya, Natal adalah hari yang asing,” tulis Beecher pada tahun 1874.

Gereja Baptis dan Kongregasional yang mula-mula juga tidak menemukan dasar Alkitab untuk merayakan kelahiran Kristus. Sebuah sumber mengatakan bahwa baru pada tanggal 25 Desember 1772, Gereja Baptis Newport [Rhode Island] merayakan Natal untuk pertama kalinya. Ini berarti kira-kira 130 tahun setelah berdirinya gereja Baptis pertama di New England.

Asal Mula Natal

New Catholic Encyclopedia mengakui, ”Tanggal kelahiran Kristus tidak diketahui. Injil tidak menunjukkan hari ataupun bulannya . . . Menurut hipotesis yang diajukan H. Usener . . . dan diterima oleh sebagian besar pakar dewasa ini, kelahiran Kristus ditetapkan menurut tanggal titik balik matahari pada musim dingin (25 Desember dalam Kalender Julius, 6 Januari dalam Kalender Mesir), karena pada hari itu, sewaktu matahari memulai perjalanan pulangnya ke langit belahan bumi utara, orang kafir penyembah Mitra merayakan dies natalis Solis Invicti (hari kelahiran sang surya yang tak terkalahkan). Pada tanggal 25 Des. 274, Aurelian memaklumatkan dewa matahari sebagai pelindung utama imperium [Romawi] dan menahbiskan sebuah kuil baginya di Campus Martius. Natal mulai dirayakan pada masa manakala sekte matahari sangat berpengaruh di Roma.”

Cyclopœdia karya M’Clintock dan Strong mengatakan, ”Perayaan Natal bukan suatu ketetapan ilahi, juga tidak berasal dari P[erjanjian] B[aru]. Hari lahir Kristus tidak dapat dipastikan dari P[erjanjian] B[aru], atau, malahan, dari sumber lain mana pun.”

Suatu ”Tipu Daya Kosong”

Mengingat hal-hal tadi, haruskah orang Kristen sejati ikut serta dalam tradisi Natal? Apakah Allah senang jika kita memadukan ibadat kepada-Nya dengan kepercayaan dan praktek agama orang-orang yang tidak menyembah-Nya? Rasul Paulus memperingatkan di Kolose 2:8, ”Berhati-hatilah: mungkin ada orang yang akan membawa kamu pergi sebagai mangsanya melalui filsafat dan tipu daya kosong menurut ajaran turun-temurun dari manusia, menurut hal-hal dasar dari dunia dan bukan menurut Kristus.”

Sang rasul juga menulis, ”Jangan memikul kuk secara tidak seimbang bersama orang-orang yang tidak percaya. Karena apakah ada persekutuan antara keadilbenaran dengan pelanggaran hukum? Atau apakah ada persamaan antara terang dengan kegelapan? Selanjutnya, apakah ada keselarasan antara Kristus dan Belial [Setan]? Atau apakah orang yang setia mempunyai bagian bersama orang yang tidak percaya?”—2 Korintus 6:14, 15.

Mengingat bukti-bukti yang tak dapat disangkal tadi, Saksi-Saksi Yehuwa tidak ikut merayakan Natal. Selaras dengan Alkitab, mereka berupaya keras mempraktekkan ”bentuk ibadat yang bersih dan tidak tercemar dari sudut pandangan Allah”, dengan menjaga diri mereka ”tidak dinodai oleh dunia”.—Yakobus 1:27.
[Catatan Kaki]
Ditetapkan pada tahun 1628 oleh kaum Puritan Inggris, Koloni Teluk Massachusetts adalah permukiman awal yang terbesar dan paling sukses di New England.

[Blurb di hlm. 16]

Parlemen Inggris melarang Natal pada tahun 1652

[Blurb di hlm. 17]

”Bagi saya, Natal adalah hari yang asing”—HENRY WARD BEECHER, PEMIMPIN AGAMA DI AMERIKA

[Gambar di hlm. 17]

Orang kafir penyembah Mitra dan dewa matahari (diperlihatkan pada pahatan) merayakan tanggal 25 Desember


[Keterangan]
Musée du Louvre, Paris

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar